-->
menemukan kelebihan diantara kekurangan

Kumpulan Artikel

>

Belajar ngaji usia 52 tahun

Deskripsi

Artikel ini diposting tanpa sepengetahuan yang bersangkutan
Bersumber dari kesaksian dan obrolan santai
Nama orang disamarkan
Nama lokasi ada pada Admin


Pesan moral

“Belajar tidak mengenal istilah usia”
“jangan malu dalam belajar”

Belajar ngaji usia 52 tahun

 
Sebut saja Ria (nama samaran), Seorang Nenek (entah disebut muda atau tua), kelahiran kisaran tahun 1970 an atau Usia 52 tahun, memiliki dua anak perempuan, dua cucu dari anak pertama. Seorang ibu rumah tangga, suami seorang pedangang musiman, petani, pekerja serabutan.
 

Motivasi belajar ngaji

Dimulai sejak 7 hari dari Hari Lebaran Idul Fitri 1443 H/ Mei 2022, berada pada sebuah rumah mengaji milik salah seorang warga setempat, berdekatan dengan masjid atau tajug.
ingin mengkhatamkan Al Quran, selama masa muda dulu, belum pernah khatam Al Quran, beralasan sudah keburu dengan pernikahan”, menurut pengakuan Ria disela-selah obrolan santai dengan salah satu pengajarnya.
melancarkan bacaan Al Quran, ingin ada yang membetulkan bacaanya” lanjutnya. Ria merasa bacaan Al Quran masih banyak memiliki kekurangan dalam pelafalan huruf hijaiyah.

Tidak malu tidak gengsi

Dalam kesehariannya, disaat mengaji usai Maghrib, Ria ikutan berbaris antri bersama kedua cucunya yang juga mengaji pada Ustadzah di tempat yang sama.

Usia Ustadzah

Bahkan, Ustadzah Ijah (samaran) kelahiran tahun 1993, merupakan teman sepermainan dari Anak kedua dari Ria, Ustadzah Zu (samaran) kelahiran 1981, hanya selisih 4 tahun dari usia Anak pertama Ria.
 
Bergantian Ustadzah
Jika berisan antrian pada Ustadzah Zu telah kosong, Ria langsung maju dan mulai mengaji, atau Jika berisan antrian pada Ustadzah Ijah telah kosong, Ria langsung maju dan mulai mengaji.
 
Mulanya heran
Anak-anak yang antri mengaji semunya terheran, karena ada Nenek ikutan antri berbaris untuk mendapat giliran mengaji, namun kurang dari seminggu mereka tidak lagi merasakan keheranan, telah menjadi hal biasa.

Ustadzah saling menolak

Ustadzah Zu dan Ustadzah Ijah saling melempar menolak, bukan tanpa alasan keduanya menolak untuk membimbing Ria. Adalah merasa ilmu tentang Al Quran masih sangat minim, ditambah kesenjangan usia terpaut jauh. Kegigihan dan keseriusan Ria ingin belajar Al Quran berhasil meyakinkan kedua Ustadzah, hingga akhirnya keduanya mau membimbing Ria.

Usia Santri

Di tempat ini, terdiri dari santri lintas usia, usia termuda 3 tahun ditambah Nenek Ria berusia 52 an, kegiatan mengaji ini disebut juga sebagai kegiatan Gerakan Masyarakat Maghrib Mengaji (GM3), program khas dari Kementerian Agama sejak tahun 2012 hingga sekarang.

Gratis iuran

Ustadzah Zu tidak menerima suplay biaya untuk keperluan pembayaran listrik bulanan dari para santri, bukan karena tidak butuh biaya, melainkan sangat memahami kondisi masyarakat sekitar yang secara ekonomi masih terbilang kurang memadai.

Biaya listrik bulanan

Daya 900 Watt kategori R1M, pembayaran Listri termurah berada pada angka 400 ribu hingga mendekati angkat 450 ribu per bulan, setiap bulan sering mendapat surat cinta dari PLN, karena pembayaran dilakukan melewati batas tanggal 20, bahkan dalam kurun waktu satu tahun beberapa kali harus melakukan pembayaran sekaliguas 2 bulan akibat tunggakan.

Doa bersama sebelum ngaji

Sebagaimana para santri anak-anak, Ria pun ikut berbaris membaca doa niat sebelum mengaji hingga bacaan tahiyat, dilakukan secara bersama-sama.

Jumlah pengajar

Terdiri dari 3 Ustadz dan 3 Ustadzah, seiring waktu, dengan alasan mencari penghasilan, seorang Ustadz bekerja di siang hari hingga sore, lebih sering pulang diatas waktu isa sehingga tidak ada kesempatan untuk membimbing santri mengaji, seorang Ustadz lain pun mencari penghasilan disiang hari dan pulang diatas waktu isa. Masih ada 1 Ustadz lagi, sebagai cadangan disaat salah satu dari ketiga Ustadzah berhalangan hadir.

Jumlah santri

Semula berjumlah diatas 60 santri lebih, namun tenaga pengajar dan sarana tempat kurang memadai, santri lain dianjurkan untuk mengaji ditempat lain yang tidak jauh dari lokasi.
 
Telah ada sejak dulu
Kegiatan Magrib mengaji dimulai sejak tahun 1970, bertempat di Tajug sekitar, tahun 2012 pengasuh utama (Kiai Asan) meninggal dunia. Diteruskan beberapa muridnya untuk melanjutkan membimbing mengaji para santri yang ditinggal gurunya, hingga tahun 2013 semangat anak-anak masih ramai seperti semula ketika sang Kiai masih ada.

Pindah tempat

Akibat terlalu banyak santri, dan minimnya para pengajar, ada beberapa santri usia SLTP memisahkan diri untuk mengaji di Ustadz Zu. Perlahan, sejak Februari 2014 para santri yang semula aktif mengaji di tajug terdekat mulai mengalami krisis pengajar yang berbekal.

Nenek Ria pulang paling akhir

Meski datang sebagaimana santri lainnya, ikut barisan antrian bersama anak-anak termasuk kedua cucunya, namun Ria selalu mengambil posisi paling akhir, mendahulukan anak-anak lain.

Waktu mengaji

Dimulai usai sholat magrib hingga waktu isa

Bantuan Al Quran

Februari 2022 pernah mendapatkan bantuan Al Quran dan buku Iqra sekitar 40an, dari donatur yang tidak mengikat, langsung dibagikan kepada para santri sesuai jenjang tingkatan Al Quran. Kekuranganya, disuplai dari dana pribadi para Ustadzah.

Bangunan

Bangunan semi permanen berdampingan dengan rumah hunian pribadi Ustadz Zu berukuran 4 x 6 meter, dibangun pada Nopember 2016, bersumber dari pribadi dan beberapa donatur yang tidak mengikat, berlanjut pembangunan pada Desember 2017. Resmi digunakan untuk tempat mengaji pada Januari 2018 hingga sekarang, Sebelumnya para santri ditempatkan di ruang tamu

Pesan Moral

“tuntutlah ilmu, sejak ayunan hingga liang lahat”

0 Response to "Belajar ngaji usia 52 tahun"

Posting Komentar

terimakasih telah berkomentar dengan bijak